Saturday, November 24, 2007

Mengenang The Magnificent 19 “The True Story of 9/11”

Senin 10 Sep, 01:24 AM
Portland Airport, Selasa, 9/11/01, 5.45.am. Dua orang laki-laki muda nampak santai memasuki bandara. Keduanya sebagaimana orang yang hendak berpergian, melewati keamanan bandara untuk memastikan mereka tidak ketinggalan penerbangan paling pagi. Pria yang satu memakai kemeja kuning dengan celana panjang coklat terang dan satunya lagi dengan kemeja berwarna biru dipadu celana panjang hitam. Tidak seorang pun menyangka, 3 jam berikutnya, tepat pukul 8.45 am, Muhammad Atta dan Abdul Aziz Al Umary, kedua pemuda yang terekam kamera keamanan di bandara ME, Portland tersebut meluluhlantahkan gedung kembar WTC di New York, Manhattan, Amerika. Subhanallah!
Muhammad Atta, dan Abdul Aziz Al-Umari adalah dua orang dari 19 pejuang revolusioner abad ini, dimana mereka berhasil menyerang Amerika di pusat bisnis mereka, WTC, dan pusat militer mereka, Pentagon, 11 September 2001. Menurut keterangan pihak berwenang Amerika, mereka berdua, Muhammad Atta dan Abdul Aziz Al-Umari, bermaksud melakukan perjalanan dengan pesawat udara Amerika dari Boston menuju Los Angeles, dimana mereka dan tiga orang lainnya kemudian berhasil menguasai Pesawat Amerika American Airlines dengan nomor penerbangan 11 dan kemudian menabrakkannya ke Menara Utara WTC di New York, jantung kota Amerika. Allahu Akbar.
Siapakah Mereka ?
Mereka adalah 19 orang pemuda, datang dari tempat berbeda, satu visi satu misi, membuktikan kepada dunia bahwa umat ini masih ada. Ke 19 pemuda pemberani tersebut melakukan sebuah tindakan yang tidak pernah dibayangkan siapa pun sebelumnya, untuk akhirnya tidak pernah terlupakan sepanjang sejarah umat manusia. Di jantung kota Amerika, Gedung WTC di New York dan di jantung pertahanan militer Amerika, Pentagon di Washington, dengan menggunakan pesawat-pesawat kebanggan mereka, teknologi mereka, ke 19 pemuda yang lebih mencintai akhirat ini, melakukan aksi isytisyhadah, menjemput kematian, menggapai kemuliaan. Benar perkataan seorang sahabat, ‘Sepanjang aku mati sebagai seorang muslim aku tidak khawatir seperti apa aku akan terbunuh’. Inilah mereka.
1. Muhammad Atta, asal Kanaan, Mesir. Menghancurkan Menara Pertama, Dia seorang yang bersungguh-sungguh, tekun, dan amanah. Dia sangat perhatian terhadap nasib ummat. Semoga Allah SWT menerima syahid beliau, Insya Allah.
2. Marwan Shihi, asal Emirat, menghancurkan Menara Kedua. Dunia menggoda beliau namun beliau menolaknya, dan lebih memilih balasan dari Allah SWT.
3. Ziyyad Al Jarrah, asal Libanon, tanah Syam, tanah yang sama dengan Abu Ubaidah Al Jarrah. Beliau begitu lembut dan ikhlas. Semoga Allah ridho kepada beliau.
4. Haniy Hanjoor, berasal dari Taa’if. Beliau yang menghancurkan Pentagon lambang kesombongan Amerika. Sebagai seseorang yang berasal dari suku Aseer, beliau mewarisi keberanian singa-singa kabilah semacam Ghamid, Zahraan, dan Banu Shihr. Beliau adalah bukti sebuah keikhlasan dan pengorbanan yang spektakuler.
5. dan 6. Waail dan Waleed al-Siqilli al-Shihri : dua orang laki-laki bersaudara ini sangat taat, gemar tahajud, santun, sederhana, dan berpengaruh. Ayah mereka adalah seorang bisnisman dan termasuk kepala suku. Dunia sangat menginginkan mereka, akan tetapi mereka malah meninggalkannya dan memilih pegunungan Afghanistan, memenuhi panggilan Allah SWT.
7. Ahmad Al Haznawi Al Ghamidi : Tidak kenal rasa takut dan tidak segan mengerjakan perkerjaan yang berat, selalu mengambil keputusan dengan berhati-hati, juga seorang imam, da’i, dan semangat dalam berperang.
8. Hamza Al Ghamidi. Kecintaannya kepada jihad telah merasuk ke hatinya. Seorang yang taat dalam beribadah, selalu mengingat Allah, membaca Al-Qur’an. Dia memilih kata-kata sebagaimana dia memilih buah-buahan yang manis.
9. Ahmad Al Ghamidi, dikenal juga dengan nama Syekh Abu Abbas, atau Abdul Aziz Al Umari Al Zahraani. Beliau adalah contoh seorang ulama masa kini dan seorang pengikut salafus sholeh. Beliau adalah ulama yang aktif. Beliau melindungi ilmu dengan menolak bekerja pada tiran dan lebih memilih penjara sebagai balasannya.
10. Mahnad Ash Shihri, beliau dikenal juga dengan nama Umar, Muhannad Al Shihri, seorang yang gentle, sabar, dia melakukan aksi istisyhadah dengan penuh keikhlasan, kami mengharap demikian, Allah SWT yang menentukan.
11. Ahmad Al-Ghamidi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ikrimah, seorang yang mampu memecahkan pelbagai masalah, sabar dan seorang mativator.
12. Sa’eed Al Ghamidi. Beliau dikenal juga dengan sebutan Mu’taz, seorang pria ahli ibadah dan begitu menikmati aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Badannya di bumi tetapi hatinya berada di jantung burung-burung hijau di surga. Kami berharap demikian, namun Allah SWT yang menentukan.
13. Sataam Asqaami, yakni Sataam al Suqaami, berasal dari Nejd, Tanah dimana berada dua tempat suci. Kuat tekadnya, teguh hati dalam kebenaran, dan pemberani. Ketika Anda melihatnya Anda akan teringat hadits Rasulullah SAW. : “Yang terhebat dari ummatku dalam melawan kemusyrikan adalan Bani Tamim.”
14. Faaiz Al Qaadi. Beliau adalah Fayaz Al Qaadi bani Hamaad, lebih dikenal sebagai Ahmad ; Senang berkorban, pemberi, rendah hati, dan sederhana.
15. Maajid Mawqad. Lengkapnya Maajid Muqad Al Harbi, berasal dari Madinah. Beliau sangat agamis, sederhana dan selalu menghormati orang lain. Sangat santun dan sangat tawadhu.
16. Khalid Al Mahdaar, atau Khalid Al Mihdaar, berasal dari Mekkah, dari suku Quraisy, ahlul Bait, Anak keturunan Rasulullah SAW. Seorang pria yang selalu merasa terpanggil untuk isytisyhadah, kami mengiranya begitu dan Allah yang menentukan.
17. Nawaaf Al Hazimi, beliau berasal dari Mekkah, seorang yang selalu dipenuhi rencana, tekad yang kuat dan mantap, tabah dan sederhana, penunggang kuda yang handal dan selalu mencari syahid di mana pun berada.
18. Saalim Al Haazimi, dikenal juga dengan julukan Bilal, berasal dari Mekkah. Allah SWT meletakkan keimanan yang kuat di hatinya, itu menjadikannya meninggalkan semua yang ada di dunia dengan slogan, “Surga berada di bawah kilatan pedang.”
19. Ahmad Al Na’mi. Pejuang terakhir kita adalah Ahmad ibn Abdullah al-Na’ami. Beliau berasal dari Abhaa, dari Quraisy, ahlul bait, keturunan Rasulullah SAW. Beliau seseorang yang tekun dalam mengerjakan seluruh ibadah, dia mencintai sholat tahajjud. Seorang pemberani, beliau pernah bermimpi ketika itu beliau berkuda bersama Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW. memerintahkan beliau untuk turun dari kuda untuk memerangi musuh dan membebaskan negerinya. Subhanallah.
Ketika melakukan aksinya, The Magnificent 19 atau 19 Pejuang Pemberani ini membagi diri menjadi empat kelompok. Kelompok pertama dikomandani Mohammad Atta, Abdul Aziz Al Umary, Wail Al Shehry, Walid Al Shehry, dan Satam Al Suqami yang menguasai American Airlines dengan nomer penerbangan 11, bertolak dari Boston menuju Los Angeles, dan kemudian ditabrakkan ke Menara Utara WTC di New York, jantung kota Amerika.
Kelompok kedua dokomandani oleh Marwan Al Shehhi, Fayez Ahmed, Ahmed Al Ghamdi, Hamza Al Ghamdi, dan Mohald Al Shehri yang menguasai United Airlines dengan nomer penerbangan 175, bertolak dari Boston menuju Los Angeles, dan ditabrakkan ke Menara Selatan WTC.
Kelompok Ketiga dipimpin oleh Khalid Al Midhar, Nawaf Al Hazmi, Hani Hanjour, Salem Al Hamzi, dan Majed Moqed yang menguasai American Airlines dengan nomer penerbangan 77, bertolak dari Virginia menuju Los Angeles, dan pesawat ini kemudian dihantamkan ke simbol militer Amerika, Pentagon.
Kelompok yang terakhir dari aksi mulia ini diketuai olah Ziad Jarrah, Ahmed Al Haznawi, Saaed Al Gahmdi, dan Ahmed Al Na’mi yang mengambil alih United Airlines dengan nomer penerbangan 93, bertolak dari Newark menuju San Fransisco, dan sedianya akan ditabrakkan ke gedung putih, namun qadarallah meledak di Pennsylvania.
WTC 11 September 2001 dan Teori Konspirasi
Betulkan WTC diledakkan oleh kaum muslimin ? Menyikapi peristiwa peledakan WTC 11 September 2001 kaum muslimin tidak satu pandangan. Sebagian besar menolak dan tidak percaya bahwa peristiwa mulia tersebut dilakukan oleh pahlawan-pahlawan muslim pemberani, The 19 Magnificent. Mereka menganggap kejadian tersebut adalah rekayasa dan konspirasi musuh Islam yakni Israel dan juga Amerika sendiri untuk menstigma buruk Islam dan kaum muslimin dan untuk memberikan justifikasi penyerangan mereka ke dunia Islam. Selintas sepertinya alasan ini cukup masuk akal.
Sebagian lainnya, dan ini juga tidak sedikit justru bingung dan sampai saat ini (6 tahun setelah kejadian yang dikenal dengan sebutan 9-11 tersebut) tidak mengetahui siapa sebenarnya pelaku kejadian yang menggegerkan seluruh dunia tersebut. Mereka terombang-ambing antara mempercayai satu berita ke dan menolak berita lainnya yang memang penuh dengan rekayasa. Akhirnya mereka frustasi dan menganggap sepi permasalahan penting tersebut.
Hanya sedikit kaum muslimin, terutama mereka yang memiliki keyakinan kuat akan adanya pertolongan Allah SWT dalam setiap hal dan menginginkan Islam mendominasi dunia, merasa yakin bahwa peristiwa 11 September yang mubarok tersebut adalah jihad terbesar abad ini yang dilakukan oleh 19 pemuda pilihan umat. Itulah sikap yang masih sesuai fitrahnya lalu Allah SWT memberikan kemudahan untuk bisa membedakan antara yang haq dan yang batil dan dimudahkan untuk mengikutinya minimal menyetujuinya dan mendoakannya.
Berbeda dengan orang-orang yang fitrah dan fikirannya telah teracuni dengan racun bid’ah dan kesesatan teori konspirasi. Seorang penggembala kerbau yang tidak berpengetahuan dan tidak pernah sekolah sama sekali, dia hanya hafal beberapa bacaan dalam shalat itupun tidak genap sebab kecerdasannya rendah sekali, tetapi begitu dia mendengar negara gembong kafir Amerika terkena serangan, pentagon markas tentara syaitan porak poranda dan gedung maskas ekonomi riba dunia WTC luluh lantak, langsung dia jingkrak-jingkrak sambil membunyikan pecutnya sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT, sebab dia memang belum sempat belajar tata cara bersyukur sesuai dengan syari’at. Si penggembala kerbau yang buta huruf itu disamping bersyukur kepada Allah dia tidak lupa juga senantiasa berdoa untuk para mujahidin dengan bahasanya sendiri, “Ya, Allah. Tolonglah para mujahidin. Allahu Akbar!
Menyerang adalah Cara Bertahan Terbaik
Mengapa meledakkan WTC ? Dalam video 19 Martyrs, Syekh Mujahid Usamah bin Ladin berkomentar :
“Ketika kita berbicara tentang serangan ke New York dan Washington, kita berbicara tentang para lelaki yang mengubah perjalanan sejarah dan membersihkan ummat dari kekotoran pengkhianatan para penguasa dan pengikutnya, tanpa menyebut-nyebut nama dan jabatan mereka. Kami berbicara tentang para lelaki yang tidak hanya meluluhlantahkan Menara Kembar dan Pentagon, tetapi mereka menghancurkan berhala abad ini beserta nilai-nilainya. Mereka menghancurkan Fir’aun abad ini yang hadir dalam tampilan terburuknya, dan tidak ada perbedaan antara dia dan Fir’aun Mesir kecuali kelebihan kekafiran dan kesalahannya. Fir’aun abad modern itu membunuhi anak-anak kita di Palestina, Afghanistan, Iraq, Libanon, Khasmir, dan negeri kaum Muslimin lainnya. Mereka, para pejuang Islam tersebut telah berjuang dari hati orang-orang beriman, menitik beratkan syahadat untuk kaum muslimin, terutama masalah al wala wal bara’ dan memburu rencana-rencana pasukan Salib dan penguasa-penguasa boneka di wilayah mereka. Peristiwa ini tidak hanya harus kita kenang, bahkan pena tidak akan mampu untuk merinci satu persatu kebaikan dan kualitas mereka, atau danpak-dampak penyerangan mulia mereka.”
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan wartawan Al Jazeera, Tayseer Allouni, 21 Oktober 2001, Syekh Usamah bin Ladin ditanya apakah terlibat dalam peristiwa New York dan Washington ? Beliau lalu menjawab, Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga kedamaian dan rahmat-Nya tertuju pada Muhammad, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Jika dikatakan aksi-aksi tersebut sebagai aksi teroris maka penggambaran itu adalah sebuah kesalahan.
Pemuda-pemuda tersebut telah jelas berjuang di jalan Allah, mereka menggeser perang menuju jantung kota AS dan mereka menghancurkan bangunan yang terkenal yang melambangkan kekuatan militer dan dan perekonomian AS, itulah kehendak Allah. Dari apa yang kita pahami bahwa mereka melakukan aksi ini supaya kita terdorong untuk bangkit dari tidur yang panjang sebelumnya, dan bisa mempertahankan diri sendiri, mempertahankan saudara-saudara kita, anak-anak yang di Palestina dan untuk membebaskan tempat suci kita. Dan jika dorongan untuk melakukan aksi ini adalah terorisme dan jika membunuh orang yang telah membunuh anak-anak kita adalah teroris, maka biarlah sejarah menyaksikan bahwa kita adalah teroris. Kami telah mendorong untuk melakukan aksi ini selama bertahun-tahun. Kami melakukan apa yang telah diperbolehkan dalam syari’ah dan banyak dokumen-dokumen mengenai persoalan ini dan seruan dari yang lain untuk mendorong aksi inipun bahkan telah dipublikasikan dan disiarkan keberbagai media. Lalu jika mereka mengartikannya demikian atau jika andapun juga memaknai bahwa ada hubungannya maka itu adalah benar. Kamilah yang mendorongnya dan dorongan inilah yang dibutuhkan saat ini, Allah telah memerintahkan akan hal ini kepada manusia terbaik yaitu Nabi SAW.
Jadi, serangan mubarok 11 September itu tidak terjadi begitu saja ? Mengutip Syekh Abu Hafsh Al Misri, tokoh Al Qaida kedua yang dicari setelah Syekh Usamah bin Ladin, Amerika sebenarnya telah menyiapkan strategi serangan militer untuk diarahkan kepada mujahidin di Aghanistan. Serangan ini dilakukan setelah terjadi peristiwa peledakan kapal Destoyer USS Cole di teluk Adn. Syaikh Abu Hafsh punya peran besar dalam aksi serangan ini, beliau turut merencanakan dan mengatur jalannya operasi. Begitu mendengar serangan ini berhasil, diceritakan bahwa Syaikh Usamah langsung mengacungkan senapan AK 47 nya ke langit dan menembakkan beberapa rentetan peluru, sembari berteriak bahagia,"Ini adalah pembalasan untuk darahmu, wahai Mihdhar...” Mihdhar adalah Syaikh Abul Hasan Al-Mihdar, yang dibunuh oleh fihak Amerika melalui tangan bonekanya di penguasa Yaman, Presiden Ali Abdulloh Sholeh.
Hanya saja, persiapan serangan Amerika ini tidak diekspos kepada dunia. Tetapi, Alhamdulillah, gerakan-gerakan ini tercium oleh mujahidin, sehingga mereka harus mendahului menyerang -sebab cara bertahan terbaik adalah menyerang-. Akhirnya, mujahidin berhasil mengukir sejarah yang sungguh teramat sulit dilupakan oleh Amerika, dan mengangkat kepala seluruh kaum muslimin. Yaitu, aksi istisyhadiyah yang merontokkan pusat perekonomian dan pertahanan mereka. Mujahidin berhasil menyerang Amerika terlebih dahulu pada 11 September 2001, dengan menabrakkan pesawat ke menara kembar WTC dan gedung Pentagon.
Dalam operasi kali inipun, Syaikh Abu Hafsh-lah yang menjadi penanggung jawab langsung. Beliau memilih beberapa orang pemuda, mentraining mereka, dan mengingatkan mereka agar selalu bersandar kepada Alloh Ta’ala. Maka para pemuda itupun berangkat ke negara kafir itu, bukan untuk bermaksiat sebagaimana dilakukan kebanyakan pemuda hari ini. Mereka datang untuk membinasakan Amerika, mereka hanya bertawakkal kepada Allah dan kemudian menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh dengan sedemikian detail, serta kapan operasi akan dilaksanakan.
Sementara itu, di bumi ribath, Afghanistan, para mujahidin tak henti-hentinya berdoa kepada Allah agar menolong ikhwan-ikhwan mereka dan memberikan kemenangan melalui tangan mereka. Doa mereka dikabulkan oleh Allah. Terjadilah ledakan besar seperti telah direncanakan, bahkan ternyata lebih dahsyat. Gema takbir terus bergema di bumi Afghanistan, mengiringi kemenangan bersejarah ini. Kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, terutama Palestina, sampai ada yang menangis
Karena ternyata Allah masih menyiapkan orang-orang yang membela dan membalaskan sakit hati mereka karena terus ditindas. Mereka adalah orang-orang yang tidak menonjol kepribadiannya tapi tinggi ketakwaannya, yang bekerja di balik tabir semua orang, dan di antaranya adalah syaikh kita, Abu Hafsh Al-Mishri.
Jadi, jika Syekh Usamah bin Ladin sendiri telah mengklarifikasi tindakannya menyerang WTC dalam banyak video dan audio, dan semua itu diakui oleh Syekh Usamah dengan alasan-alasan dan dalil syai’i yang mendukung tindakan istisyhadiyyah barokah tersebut. Selain itu, sebagian besar dari mereka, The Magnificent 19 telah membuat surat wasiat, surat terakhir mereka sebelum melakukan aksi isytisyhadah tersebut. Seperti wasiat Abu Abbas Az Zahroni Rohimahullah, yang satu pesawat dengan Komandan Muhammat Hattan, meledakkan WTC Menara Utara, begini kutipan isi suratnya : “Jika setiap surat itu mengandung makna, maka sesungguhnya inti suratku ini adalah menerangkan tentang perbuatan yang aku lakukan – Peledakan Mubarok 11 September-. Maka aku katakan : “ Sesungguhnya ketika aku melakukan pekerjaan ini maka aku meyakini bahwa ini adalah jalan yang aku tapaki dan sangat baik kesudahannya. Sesungguhnya apa yang aku lakukan ini sebagai pembebasan diri dari tugas – yang deberikan Allah - dan untuk menghidupkan faridhoh jihad di tengah-tengah ummat ini dan dalam rangka menunaikan kewajiban yang dibebankan kepadaku pada jalan ini. Karena telah diterangkan di dalam kitab Allah tentang kewajiban jihad fi sabilillah yang tujuannya adalah menyelamatkan kaum muslimin dari kehinaan dan membebaskan bumi kaum muslimin yang dirampas – oleh orang kafir - dan untuk menjawab seruan Allah dalam firman-Nya.”
Dalam wasiatnya, Ahmad al Haznawi, salah satu pelaku peladakan mubarok yang berasal dari bumi para mujahidin dan syuhada’ daerah Ghomid. Berikut sedikit kutipan surat wasiatnya : “Demi Allah ! Aku ingin bertanya kepadamu apa yang tengah terjadi di negeri-negeri ummat Islam ? penjajahan nyata itu di depan mata, tetapi kamu wahai para ulama mendiamkan walaupun penjajahan itu telah mencapai negeri Tanah Suci. Hingga kini kami belum mendengar satupun panggilan jihad darimu. Saudara ….. ulama-ulama kita ditahan musuh, dan setiap hari kita dengar musuh menangkapi saudara-saudara kita, sedang membebaskan mereka adalah kewajiban kita. Dan kamu wahai ulama telah mengatakan hal ini dan menyepakatinya sudah berapa tahun berlalu. Sedang syaikh kita Umar Abdurrohman masih di penjara Amerika. Itu hanya contoh ….. dan masih banyak lagi ulama-ulama kita yang senasib, tetapi kami tidak mandengar panggilan jihad darimu. Wahai ulama ….. wahai ulama ….. wahai ulama …… Kau biarkan ini semua. Jika engkau masih enggan menyatakan kewajiban jihad, lalu siapakah yang akan menyatakannya ? dan kalau bukan sekarang waktunya lalu kapan lagi ?”
Sementara itu, penyelidikan dan penelusuran terhadap peristiwa serangan 11 September terus berlangsung. Khalid Syaikh Muhammad, salah satu petinggi Tandzim Al Qa’idah Internasional, dalam sebuah pemeriksaan yang dilakukan intelejen Amerika di penjara Guantanamo telah mengakui bahwa dirinya terlibat dalam operasi 11 September 2001 yang penuh barokah di New York dan Washington. Pengakuan beliau ini telah dipublikasikan dengan manuskrip setebal 26 halaman dan pentagon mengakui telah banyak membuang sebagian isi dari pengakuan Khalid Syaikh karena alasan adanya informasi-informasi penting.
Selain transkrip, bukti-bukti lain adalah sebuah komputer yang memuat informasi detail tentang rencana serangan sebelas September, mulai dari nama dan foto para Pahlawan Islam pelaku serangan tersebut hingga surat izin pilot milik Asy Syahid Komander Muhammad Atta, bahkan juga ada surat dari Syaikh Usama bin Ladin. Kholid Syaikh Muhammad (semoga Allah membebaskan beliau) menyatakan semua operasi ini adalah bagian dari Perang Suci terhadap orang-orang kafir dan orang-orang murtad.
Bahkan, TV Al Jazeera (7/9/06) menyiarkan video berdurasi 90 menit (hanya 3 menit yang disiarkan) tentang peristiwa serangan 11 September tersebut. Menjelang lima tahun peristiwa yang menggemparkan dunia tersebut, Al-Qaidah merilis sebuah rekaman video. Dalam video itu, terlihat Usamah bin Ladin sedang melakukan pertemuan dengan para pimpinan senior Al-Qaidah dan beberapa laki-laki yang selama ini diklaim sebagai pelaku serangan 11 September. Belum jelas apa motif Al-Qaidah merilis video itu.
Para pemimpin senior Al-Qaidah yang terlihat dalam video tersebut antara lain Abu Hafs Al-Masri, yang kemudian menjadi pemimpin militer Al-Qaidah dan Ramzi bin Al-Shaiba yang diklaim AS sebagai kordinator serangan 11 September 2001,yang menelan korban hampir 3.000 orang. Dari keterangan video disebutkan bahwa pertemuan itu dilakukan di kamp latihan Al-Qaidah di wilayah Afghanistan pada masa pemerintahan Taliban. Ramzi bin Al-Shaiba sendiri ditangkap AS pada 2002 dan kini dijebloskan ke penjara di Kamp Guantanamo. Dalam video itu juga disebut seorang tokoh Islamis Arab yang tidak begitu dikenal bernama Abu Al-Turab Al-Urduni yang membantu latihan untuk keperluan serangan. Dari video tersebut juga diketahui persiapan serangan termasuk latihan soal pesawat terbang, pertempuran di jalan dan bagaimana memalsukan dokumen-dokumen.
Dua dari 19 pejuang pemberani tersebut, yang ikut serta dalam serangan 11 September, Hamza el-Ramdi dan Wael el-Shemari, keduanya warga negara Arab Saudi, juga terlihat di video itu. Keduanya mengatakan, tindakan mereka terinspirasi oleh desakan untuk membalas penderitaan warga Muslim di Bosnia dan Chechnya.
Dalam beberapa bagian rekaman video, Usamah bin Ladin terlihat mengenakan jubah berwarna hitam dan surban putih. Ia berkeliling di kamp pelatihan di Afghanistan, memberi salam pada para pendukungnya yang beberapa di antaranya mengenakan penutup wajah dan memegang senjata otomatis. Al-Jazeera mengatakan, diantara pengikutnya yang ia beri salam di antaranya adalah orang-orang yang diduga merebut pesawat saat serangan 11 September. Tapi wajah mereka tidak jelas. Dalam satu tampilan, Usamah menghadap ke kamera dan menyerukan umat Islam untuk mendukung para pelaku penyerangan mubarok tersebut. “Saya minta anda berdoa untuk mereka dan meminta pada Tuhan agar mereka sukses, sasaran mereka tepat, langkah mereka kuat dan memperkuat jiwa mereka,” kata bin Ladin.
Pentagon merilis transkrip hasil hearing dengan Khalid Syaikh Muhammad, orang yang dicurigai AS sebagai otak dari serangan 11 September 2001 yang menghancurkan gedung kembar World Trade Center di New York. Menurut rilis tersebut, Khalid mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Dalam rilis yang disebarluaskan Pentagon, Rabu (14/3) Syaikh Muhammad mengatakan, “Saya bertanggung jawab atas operasi 11 September, dari A sampai Z. “ Ia juga mengakui bahwa pimpinan Al-Qaidah Usamah bin Ladin adalah kepala operasi yang mengorganisasikan, merencanakan, menindaklanjuti dan mengeksekusi operasi 11 September. Allahu Akbar!
Penutup
Kini, kita mengenang The Magnificent 19 setelah 6 tahun peristiwa tersebut berlalu. Banyak sudah hal-hal menakjubkan terjadi setelah serangan mubarok tersebut. Perhatian umat manusia kepada Islam meningkat, kebangkitan dan proklamasi daulah Islam terjadi di beberapa tempat, Irak terutamanya. Amerika sendiri mulai limbung dan berniat angkat kaki dari sana. Sungguh, ayat-ayat Allah SWT. berlaku dan terjadi nyata kepada kita semua kaum muslimin, terutama jaminan Allah SWT. bahwa kelompok yang sedikit akan mampu mengalahkan kelompok yang banyak, atas idzin Allah SWT. Peristiwa 11 September dengan para pelakunya The Magnificent 19 adalah bukti ayat tersebut di abad modern ini. Wallahu’alam bis showab!
Ar Rahmah Media Network http://www.arrahmah.com The State of Islamic Media
Untuk Mengetahui Tentang kebenaran kejadian 9/11, anda bisa melihat film Terbitan Ar Rahmah Media, Yang berjudul, “The Manhattan Raid

Internet dan Jihad Global Dunia Maya

Selasa 25 Sep, 07:10 PM
Arrahmah.Com - Internet adalah “Afghanistan Baru”. Begitu ungkap seorang Komisi Polisi New York, Raymond Kelly (Reuters, Sabtu, 15 Agustus 2007). Disejajarkannya internet dengan perang di Afghanistan menunjukkan betapa dahsyatnya pengaruh ineternet secara khusus dan media massa secara umum dalam jihad global dewasa ini. Apalagi yang menyampaikan adalah seorang komisi polisi kota New York, jantung ibukota dunia, bisa dibayangkan betapa seriusnya masalah ini.

Dalam buku berjudul : “Terror on the Internet, The New Arena, The New Challenges” yang ditulis oleh Gabriel Weimann, seorang profesor komunikasi di Universitas Haifa, Israel, yang juga seorang analis terorisme dan media massa, mengatakan : “Saat ini teroris tidak hanya berperang di dunia nyata, tetapi juga berperang di dunia maya sebagaimana mereka melakukannya di darat.”

Tidak terbantahkan, internet saat ini telah menjadi ajang jihad global di dunia maya. Kalau di dunia nyata mujahidin bertempur dengan kaum kuffar dengan senjata AK 47, dan pelbagai persenjataan lainnya, maka di dunia maya para Cyber Mujahid menggunakan mouse dan key board komputer untuk merangkai kata, merilis video, membuat images, berdiskusi di milis-milis dan forum, bahkan melakukan ‘serangan’ atau hacking ke situs-situs kuffar. Jadi jihad global memang sedang terjadi tidak hanya di dunia nyata yakni bumi jihad tapi juga di dunia maya, yaitu di internet. Allahu Akbar!

Al Qaidah dan As-Shahab Media
Dalam sebuah film dokumenter yang diproduksi oleh Televisi NHK Jepang dan di up date kembali oleh Discover Times Channel, diinvestigasi bagaimana keberadaan As Shahab, Media Publikasi Al Qaidah yang paling berpengaruh saat ini.

As Shahab, dalam bahasa Arab yang artinya “Clauds” atau awan memang memaksudkan dirinya sebagai pembawa pesan. Mereka berharap, dunia akan dipenuhi oleh pesan-pesan seperti awan. Dalam film dokumenter yang berjudul Media Jihad tersebut diketahui bahwa negara Pakistan adalah garis terdepan yang menjembatani publikasi video antara Al Qaidah di satu sisi dengan Barat di sisi yang lain. Sejak tahun 1999 Syekh Usamah bin Ladin dan para pengikutnya telah memanfaatkan tehnologi video untuk menyebarkan pesan-pesannya ke seluruh dunia. Sejak saat itu, ratusan video jihad dirilis dan disebarkan ke seluruh dunia. Dahsyat.

Dalam sebuah laporan lainnya, disampaikan bahwa Al-Qaida telah mengoptimalkan penggunaan internet untuk melakukan rekrutmen anggota baru. Terbukti, meskipun para tokoh puncak Al Qaidah di Saudi - termasuk Issa Saad bin Oshan, salah seorang redaktur majalah on line terkenal - telah dihabisi pihak keamanan Saudi, kelompok itu terus menerbitkan dua majalah yang didistribusikan secara luas selama beberapa tahun terakhir.

“Terbukti kekuatan Al Qaidah di Saudi sungguh hebat. Mereka mampu menerbitkan majalah dua kali sebulan, selama setahun penuh, meskipun banyak tokohnya telah terbunuh,” kata Paul Eedle, analis di London yang sangat mencermati situs-situs internet Al Qaidah.”

“Ini menunjukkan, kelompok kecil sekalipun dapat terus melakukan kampanye dengan menggunakan internet. Sebelum zaman internet, sebuah kelompok pasti segera tak terdengar lagi, jika jumlah mereka berkurang seperti Al Qaidah di Saudi,” katanya.

As Sahab memang bukan satu-satunya media informasi mujahidin. Daulah Islamiyyah Irak memiliki Al Furqan. Sebagaimana dirilis oleh mereka, Divisi Informasi Negara Islam Irak telah mengumumkan pembentukan institusi media dengan tugas memproduksi dan mempublikasikan audio-visual dan informasi-informasi lainnya yang dikeluarkan oleh Divisi Informasi Negara Islam Irak, yakni Al Furqan. Begitu juga dengan Al Fajr Media, yang mengkhususkan penyebaran video-video mujahidin Afghanistan, dan masih banyak lagi tentunya, sebuah media jihad di setiap bumi jihad.

Dirilisnya video terbaru oleh As Sahab Media yang berjudul “Wasiat Martir Dua Serangan, New York dan Washington” paska ulang tahun ke-6 9/11 kemarin yang wasiat ini disampaikan oleh Mujahid As Syahid (insya Allah) Abu Mus’ab Waleed al-Shihri, menunjukkan kontinuitas dan optimalisasi serta ketepatan waktu penggunaan media internet yang on line dan bisa diakses di seluruh dunia. Hal ini menjadikan peranan internet atau media dalam jihad global dewasa ini begitu dahsyat dan sangat ditakuti musuh-musuh Islam dan media kuffar tentunya. Jadi tidak berlebihan jika internet kemudian dikatakan sebagai The New Afghanistan.

Media Masa Corong Ideologis
Sebelumnya, tidak pernah seperti ini. Hegemoni pers global oleh Barat telah memarginalkan kaum muslimin dan terutama berita jihad dari mujahidin. Selama ini kaum muslimin hanya mendapat berita-berita dunia dari kantor-kantor berita kuffar seperti Reuters, AFP, CNN, BBC, ABC, The Times, dan sejenisnya yang tentunya sangat bias kepentingan. Media-media massa kuffar tersebut sudah barang tentu akan menyampaikan berita-berita menurut keinginan propaganda ideologis mereka dan akan mendiskriditkan informasi dari kaum muslimin, mujahidin khususnya.

Dalam sebuah artikel di Republika, Adian Husaini pernah mengatakan bahwa Barat mengontrol informasi dunia dan memproduk rata-rata 6 juta kata per hari, sementara Timur (Islam) hanya mampu 500 ribu kata per hari.

Dari perbandingan produksi kata melalui berbagai jenis media cetak, elektronik, dan dunia maya tampak jelas bahwa diseminasi nilai yang terus menerus dicangkokan ke benak manusia adalah nilai-nilai, doktrin, ideologi serta budaya Barat. Tengok jaringan informasi seperti CNN yang ditayangkan 24 jam terus-menerus melalui jaringan satelit yang bisa ditonton di seluruh pelosok dunia melakukan cuci otak tanpa henti. Media massa nasional pun lebih banyak merujuk kepada informasi yang diproduksi oleh kantor berita seperti UPI, Reuters, dan BBC. Tidak ada ceritanya media di Indonesia mengambil referensi dari As-Sahab, Ar Rahmah, Al Muhajirun, atau secara mandiri mengembangkan informasi tanding.

Ketimpangan informasi yang terjadi dan geliat jihad global yang mulai bangkit secara merata akhirnya mendorong kaum muslimin membuat media massa tandingan. Hal ini juga didorong dengan keyakinan bahwa menulis dan menyebarkan produk yang mengandung materi yang dapat memotifasi jihad dalam semua bentuknya, baik buku, kaset, beletin, majalah, video, dan lainnya adalah termasuk cabang jihad dengan lisan. Kaum muslimin juga meyakini bahwa bagi bagi orang yang tidak mempunyai kemampuan menulis buku, mereka dapat menyebarkannya baik dengan tangan, dengan faks atau dengan email. Termasuk juga jihad dengan lisan adalah menulis makalah di majalah-majalah, bulletin-bulletin, tabloid-tabloid, menulis di internet, mengelola situs, surat-menyurat melalui email, milis dan aktif di forum-forum Islam yang intinya menyampaikan pesan dan berita mujahidin kepada ribuan manusia, dan membela Islam di setiap kesempatan. Dari sinilah akhirnya lahir puluhan bahkan ribuan situs Islam, milis, forum, video-video jihad yang dikelola oleh kaum muslimin, seperti Al Jazera, Al Ikhlas, Al Firdaus, Sawtul Islam, Kavkaz Center, dan banyak lagi yang lainnya untuk skala internasional, serta Ar Rahmah Media, Al Muhajirun, Al Qoidun, As Sofwah, dan lainnya untuk skala lokal. Akhirnya, media massa kuffar seperti CNN dan BBC pun mendapat tandingan.

Al Qaidah di Saudi, melalui Oshan, mengelola Sawt al-Jihad (Suara Jihad), yakni alat propaganda paling penting untuk menyebarkan ide-ide Al Qaidah di Saudi. Terbitan penting lainnya adalah Muaskar al-Battar, suatu panduan perang gerilya yang disusun Al Qaidah.

“Saya kagum oleh kontinuitas penerbitan majalah itu, meskipun isinya sangat terlambat. Ini salah satu media kampanye terbaik yang dimiliki sebuah kelompok mujahidin ,” kata analis lain, dari sebuah institut studi pertahanan Eropa, yang tidak mau disebutkan namanya.

Menurut Peter Bergen, penulis buku laris Holy War, Inc, Al Qaidah memang telah memanfaatkan teknologi Barat untuk menyerang Barat sendiri. Menurutnya, orang ini atau Syekh Usamah bin Ladin adalah orang yang cerdas. Orang-orang Al Qaidah di bawah Syekh Usamah adalah orang-orang yang sangat ahli menggunakan seluruh teknologi pembuatan video, dan mahir pula dalam cyber internet sebagai sarana untuk menyebarkan video-video mereka dalam pelbagai format.

Dalam sebuah film dokumenter produksi NHK Jepang, diperlihatkan video-video jihad karya As Shahab yakni tentang 19 Syahid pelaku peristiwa 911. Film juga memperlihatkan cuplikan film “Battle of Riyadh” yakni operasi syahid mujahidin di Riyadh. Masih menurut Peter Bergen, pilihan kepada video jihad dan publikasinya lewat internet adalah karena cepatnya informasi ini sampai ke seluruh dunia sebagai bagian dari propaganda Al Qaidah.

Selain cepat, video-video jihad yang diproduksi oleh mujahidin bisa langsung menuju sasaran tembak yang tepat. The Jihad Media Battalion, sebuah kelompok distribusi dan kompilasi video-video jihad, baru-baru ini mengeluarkan sebuah video yang dialamatkan ke pemerintahan kuffar AS dengan judul : They Are Coming (Mereka Datang), sebagai peringatan akan adanya operasi-operasi jihad di masa datang. Video ini berisikan latihan tempur dan serang di Afghanistan, Iraq, Eritrea, Saudi Arabia, Philipina, Khasmir, Chechnya, Somalia, Pakistan, dan Indonesia sebagai sebuah propaganda, dan gambar-gambar pasukan yang terluka dan cacat sebagai pelengkap.

Video tersebut dibuka dengan pesan dari Abu Hager al-Muqrin, pimpinan Al-Qaida di Saudi Arabia, dan Syekh Osama bin Laden yang menyemangatkan para mujahidin untuk menyerang seluruh kepentingan-kepentingan Amerika yang ada, dilengkapi dengan gambar-gambar pasukan Amerika yang menangis sedih dan yang tewas. Video diakhiri dengan sebuah filem dokumentar dari John Pilger’s, Breaking the Silence, berisi sebagian wawancara dengan William Krystal dari Standard Weekly Publikasi yang berbicara tentang nasionalisme Amerika yang berlebihan. Jihad Media Battalion menyuguhkan sebuah pertanyaan penting : “Apakah Bush menyampaikan sebuah kebenaran?”

Video ini jelas membawa pesan yang ditujukan kepada pasukan Amerika dan pertanyaan untuk pimpinan-pimpinan mereka, bahwa kedatangan mereka ke negeri-negeri kaum muslimin akan diperingati. Mereka mengatakan : “Kamu datang ke kuburanmu…kami akan mengakhiri tiranimu melawan dunia….maka hancurkan dirimu sendiri…ketika dia datang kepadamu”. Sungguh, video ini adalah sebuah serangan yang mematikan, langsung di jantung hati orang-orang Amerika dan pemimpin-peminpin mereka. Dahsyatnya pengaruh video jihad ini juga terlihat ketika sebuah video paling baru yang dikeluarkan oleh As Shabab Media. Dalam video yang diberi judul The Solution atau Al Hill Pemimpin Jihad Al-Qaida Syaikh Osama bin Laden menganjurkan orang Amerika membuang sistem pemerintahan demokratis mereka dan memeluk Islam. Dan menurut sebuah sumber, usai video tersebut beredar di seluruh dunia, sejumlah warga Amerika Serikat memeluk Islam. Subhanallah!

Dalam transkripsi video itu, Syaikh Usmah bin laden (hafizahullah) mengatakan ada dua cara untuk mengakhiri perang Irak. Satu cara katanya adalah para pejuang Mujahidin terus memperhebat serangan terhadap orang-orang kafir dari tentara dan murtaddin dari anggota pasukan kafir Amerika dan jalan lainnya orang Amerika membuang sistem pemerintahan demokratis dan memeluk Islam.

Cyber Mujahid & Merger Media Jihad
Kehebatan Cyber Mujahid dalam menyerang situs-situs kuffar teryata juga sudah terbukti. Diberitakan dalam sebuah situs Global War bahwa beberapa hacker muslim menyerang sekitar 750 situs internet Israel, termasuk bank terbesar di negara tersebut, sebagai protes melawan operasi militer Israel di Gaza.

“Kalian membunuhi rakyat Palestina, kami hijak server-server kalian, sebagaimana tertera di sebuah pesan home page di situs target, Kamis pagi.

Hapoalin, bank terbesar di Israel, juga diserang, sebagaimana Rumah Sakit Rambam di sebelah utara kota Haifa, tulis media Israel.

Surat Kabar Jurusalem Post mengatakan bahwa serangan yang terjadi dilakukan oleh kelompok hacking yang bernama Tim Setan, dan berbasis di Maroko. Kelompok tersebut menyatakan bertanggungjawab terhadap serangan kepada situs pemerintah AS di tahun 2004, lanjut surat kabar tersebut.

Para hacker yang pro Palestina telah merilis serial serangan kepada Israel dan yang pro Israel di sebuah situs, sebagai lanjutan dari Intifada di tahun 2000. Pasukan Israel masuk Gaza Ahad lalu untuk mencari seorang tentara Israel yang diculik oleh pejuang perlawanan Palestina pada Ahad lalu.

Kalangan Cyber Mujahid juga mengenal beberapa sosoknya yang lagendaris, yang salah satunya memiliki nick name Irhaby 007. Beliau adalah Younis Tsouli, 22 tahun asal London Barat. Aksi-aksi beliau di dunia maya begitu lagendaris, dan yang paling dikenal adalah mempropagandakan video-video dari Syekh Abu Musab Al Zarqawi rahimahullah (eksekusi kaum kuffar) pada awal-awal perang Irak, dan mengirimkan video tersebut ke hampir seluruh situs dan forum jihad yang on line. Selain itu Irhaby 007 juga membuat sebuah buku panduan hacker bagi para pemula untuk memulai serangan ke situs-situs kuffar yang ada. Sayangnya, beliau akhirnya tertangkap oleh kepolisian Scotland Yard, dengan tuduhan merencanakan sebuah pengeboman. Padahal kecanggihan Irhaby 007 sangat sulit dicari tandingannya, karena beliau menguasai ilmu hacking, programming, serangan executing on line, dan master digital serta disain media. Sebagaimana diungkapkan oleh Rita Katz dan Michael Kern, seorang analis, bahwa Irhaby adalah seorang master dari seluruh ketrampilan tadi yang sulit dicari tandingannya.

Perkembangan menarik di dunia maya selain meningkatnya serangan para Cyber Mujahid di atas adalah mergernya beberapa media jihad dan bermunculannya situs-situs jihad di hampir seluruh dunia. Perkembangan ini tentunya sangat kondusif dan signifikan dengan upaya mengembalikan kejayaan umat Islam, Insya Allah.

Dalam sebuah pemberitaan di forum Al-Firdaws (sebuah situs forum jihad berbahasa Inggris) InterVision akan bergabung dengan Caliphate Voice Channel (saluran informasi Negara Islam Irak) di bawah bendera Global Islamic Media Front

Sebagaimana peryataan mereka, Al-Firdaws Jihadi Forums sedang menghubungkan saudara laki-laki tercinta mereka di Front Media Islam Global. Serikat sekerja ini yang dikenali adalah penanda penting dan usaha berhubungan akan menambah masa depan kerja. Berdasarkan hal tersebut, kami menyatakan: Al-Firdaws InterVision Channel akan menghubungkan/bergabung dengan Caliphate Voice Channel (CVC) di bawah bendera Front Media Islam Global dan di bawah nama: Caliphate Voice Channel.

Di bumi jihad Somalia sejak pecah perang antara aggressor AS dengan mujahidin Somalia, bermunculan situs-situs jihad yang menyerukan jihad. Seruan itu mereka sebar di berbagai situs internet Somalia, guna membangkitkan semangat perlawanan mengusir kehadiran militer Ethiopia dan AS.

Kalimat ajakan jihad dengan mudah dapat dilihat di berbagai situs internet, lalu memunculkan komentar para pakar Somalia. Mereka mengatakan bahwa kalimat kalimat itu awalnya muncul dari situs Al-I’lam al-Jihadi, media jihad. Menurut para pakar Somalia, kalimat itu menyebar sangat cepat dan sulit dihalangi oleh pemerintah Somalia disebabkan pengelolanya tidak mampu terlacak keberadaannya.

Dalam pembicaraan dengan Islam on line, seorang pakar informasi Somalia, Muhamad Jaouri, membagi media massa Somalia pada tahap ini menjadi tiga jenis. Ada media yang mendukung pemerintah transisi Somalia di seluruh informasinya, ada yang secara langsung menyeru penggulingan pemerintahan transisi, dan ada pula yang menyerukan perang melawan penjajah asing seperti Ethiopia dan Amerika. Semuanya tersebar di situs-situs internet.

Media internet yang menyerukan peperangan melawan penjajah merupakan media yang paling banyak mendominasi. Tapi ada juga media radio yang menyampaikan pesan perlawanan itu secara tidak langsung, dengan sekali sekali membunyikan lagu-lagu kebangsaan Somalia karena khawatir disegel siaran radionya dan tidak mendapat izin operasi oleh pemerintah, jelas Muhammad Jouri.

Sementara dari aspek internet, situs-situs jihad Somalia yang mendapat banyak tanggapan dari rakyat Somalia, Jouri mencontohkan situs Al-Qadisiya, Al-Huriya, Ad-Da’wa, Kasmayo news dan lainnya. Menurut Jouri, situs-situs ini menyebarkan pernyataan penting khusus dari sejumlah pimpinan Mahakim Islamiyyah/UIC. Bahkan pesan-pesan terkait keburukan pemerintah transisi ditambah dengan fatwa yang menyerukan perang melawan pemerintah transisi dan pasukan AS.

Ada pula situs internet yang menyerukan untuk memerangi semua orang Amerika di Somalia. Seperti situs Somal Talk, Joub Jouj, dan Helgen. Di situs-situs itu, disebarkan informasi kejahatan AS saat melakukan serangan udara di sejumlah wilayah Somalia dengan dalih menyembunyikan kaum teroris.

Reuters beberapa waktu lalu mengutip salah satu informasi dari Syabaka Qadisiya yang diambil dari pernyataan kelompok bernama Harakah Muqawwamah Syabiyah. Isinya adalah ajakan untuk memerangi tentara Ethiopia dan mengancam bahwa akan ada bahaya besar bila pasukan perdamaian PBB benar-benar didatangkan ke Somalia. Somalia bukan tempat yang cocok untuk mereka yang datang untuk mengambil honor. Tapi ia merupakan tempat yang cocok untuk mereka menjemput ajal di sana. Honor yang akan mereka ambil di Somalia, akan digunakan untuk mengirim mayat mereka ke negara asal mereka. Begitulah cara perlawanan pejuang Somalia, dan propaganda ini tentu saja akan menggentarkan kaum kuffar di Somalia.
Khatimah

Dalam sebuah sabdanya Rasulullah SAW mengatakan :
“Makilah orang-orang Quraisy, karena makian itu lebih menyakitkan mereka daripada tusukan tombak”(HR Al Bukhari dan Muslim)

Memaki adalah bahasa propaganda, dan propaganda yang sangat efektif jika ditunjang dengan media penyebaran informasi yang efektif, cepat, dan mendunia. Internet menjawab kebutuhan tersebut. Maka, jihad dengan lisan itu mempunyai peran yang sangat besar, dan ini merupakan tahapan yang pertama sebelum dilakukan jihad secara fisik dan jihad dengan harta. Orang itu tidak dapat dimotifasi untuk berjihad secara fisik kecuali dengan lisan, dan tidak dapat diberi motifasi untuk berjihad dengan harta kecuali dengan lisan. Dengan demikian jihad dengan lisan itu memiliki peran yang sangat besar, dan ini adalah satu-satunya jihad yang dapat dilakukan oleh semua kalangan mukallaf, karena semua mukallaf dapat berjihad dengan lisannya dengan cara apapun, minimal dengan mengirimkan sebuah email. Wallahu’alam bis showab!
By: M. Fachry
International Jihad Analysis
Ar Rahmah Media Network
The State of Islamic Media

Mendukung Tiga Umar Abad Ini

Selasa 28 Ags, 04:05 PM
Mullah Muhammad Umar, Dokka Umarov, dan Abu Umar Al Baghdady. Ketiganya memiliki banyak persamaan, selain nama. Ketiga Umar ini, selain pemimpin, juga pejuang. Mullah Muhammad Umar, selain menjadi pemimpin Taliban, juga seorang Amirul Mukminin bagi Imarah Islam Afghanistan. Dokka Umarov, selain menjadi Amir Mujahidin Kaukasus, juga pemimpin Daulah Islam Ichkeria, nama lain Checnya. Sementara itu, Abu Umar Al Baghdady adalah Amirul Mukminin Daulah Islamiyyah Iraq yang diproklamasikan akhir tahun 2006 lalu. Lalu apa persamaan lain mereka ? Mengapa mendukung tiga Umar ini ?

Dokka Umarov-Penerus Estafet Jihad Chechnya

Umar pertama kita adalah Dokka Umarov. Beliau terlahir dengan nama Khamad Umarov, April 1964 di desa Kharsenoi di Shatoy, wilayah selatan Chechnya. Beliau menyelesaikan pendidikan terakhir di Institut Minyak Fakultas Konstruksi di Grozny.

Jihad Checnya telah menjadi contoh membanggakan bagi dunia muslim. Sejarah menceritakan bagaimana jihad Chechnya telah melahirkan laki-laki pemberani dari negeri itu, maupun dari bumi lainnya untuk berjihad mengusir agressor kafir Rusia. Nama-nama mereka telah melagenda, seperti ; Kamander Khattab, Abu al Waled, Abu Hafsh, Abdul Halim Sadulayev, Shamil Basayev, Rustam Basayev (sepupu Shamil Basayev yang syahid, baru-baru ini) dan akhirnya Dokka Umarov. Nama yang terakhir, Dokka Umar, adalah penerus estafet jihad Chechnya dan namanya telah dikenal di seluruh dunia muslim. Seorang penyair Chechnya, Dara Shukoh bahkan mengatakan bahwa Chechnya adalah pemimpin jihad di dunia muslim sebagaimana dirilis kavkaz.com.

Dokka Umarov, Sang Amir Daulah Islam Ichkeria berhasil mengorganisir jihad dengan baik di wilayah tersebut, baik di KBR (Kabardino-Balkaria), KC (Karachay-Cherkes), Dagestan, Ingushetia, Stavropol, North Ossetia, dan Chechnya sendiri yang kesemuanya telah berbaiat kepada beliau. Pejuangan Dokka Umarov merupakan buah kesabaran estafet jihad dari mujahidin Chechnya yang selama bertahun-tahun tegar menghadapi mantan adi kuasa dunia, Uni Soviet.

Jihad mujahidin Chechnya melawan aggressor kafir Rusia dimulai tahun 1994 hingga 1996 dan alhamdulillah dimenangkan oleh mujahidin dengan merdekanya Chechnya secara de facto dari Rusia. Di bawah pimpinan Boris Yeltsin Rusia melancarkan serangan brutal dengan senjata-senjata berat, pasukan federal, bahkan dukungan udara.

Sebelumnya, seluruh pejuang Chehnya yang tergabung dalam All-National Conggress of The Chechen People (NCChP), yang dipimpin oleh Jenderal Dzhokkar Dudayev, melakukan manuver politik dengan membunuh pimpinan Partai Komunis Uni Soviet, Vitali Kutsenko, yang mana membuat Presiden Yeltsin mengirimkan pasukan ke Grozny, namun ditarik kembali ketika pasukan Dudayev mempersiapkan diri untuk meninggalkan airport.

Setelah peristiwa tersebut, Chechnya terpecah menjadi dua, yakni Republic Ingushetia yang masih menjadi bagian dari Federasi Rusia dan Republik Ichkeria (Chechnya) yang secara penuh menyatakan kemerdekaannya dari Rusia di tahun 1993. Hanya saja, para pemimpin Republik Checnya ini, mengkhianati rakyatnya dengan tetap tunduk dan menjadi boneka kafir Rusia. Padahal, sebagian besar rakyat Chechnya menghendaki penerapan syari’at Islam. Dengan demikian, era pemerintahan presiden Dzhokkar Dudayev, yang dimulai sejak 1993 hingga pemerintahan presiden Ramadan Kadirov, pada hakikatnya adalah pemerintahan boneka yang tetap tunduk kepada kafir aggressor Rusia. Mujahidin Chechnya selanjutnya melancarkan perlawanan gerilya kepada presiden-presiden Chechnya kaki tangan Rusia tersebut, hingga saat ini. Bahkan Ramadan Kadirov, presiden boneka Rusia terbaru, akhir-akhir ini mulai khawatir dan mengirimkan surat rahasia kepada presiden kafir Rusia, Vladimir Putin, menyatakan ketakutannya akan situasi keamanan di Checnya pasca mundurnya Putin dari kursi kepresidenan. Kadirov khawatir dia akan sendirian menghadapi pertempuran melawan mujahidin Chechnya pimpinan Dokka Umarov dan rakyat Checnya serta khawatir akan mengalami nasib yang sama seperti ayahnya, Akhmad Kadirov, yang tewas tahun 2004 akibat pengeboman di stadion Dinamo, sebagaimana diberitakan Al-Qoqaz.

Al Qoqaz juga meirilis sebuah peryataan dari Dokka Umarov bahwa jihad akan terus berlanjut di Chechnya, atas izin Allah, dan kami akan terus melanjutkan perlawanan kepada aggressor Rusia hingga seluruh pasukan mereka keluar dari Chechnya. Faktanya, tiada hari tanpa operasi militer yang dilakukan oleh mujahidin Chechnya pimpinan sang amir, Dokka Umarov ini. Salah satu divisi militer mereka, Komander Husein berhasil menyerang sebuah konvoi pasukan Rusia yang terdiri dari 5 kendaraan di sebuah jalan antara Shali dan Serjen-Yurt. Akibatnya, dua kendaraan musuh terbakar dengan 5 prajurit tewas dan 7 lainnya terluka. Tim sniper mujahidin juga berhasil membunuh empat prajurit penjajah di distrik Vedeno dalam waktu dan tempat yang berbeda. Tim sniper mujahidin ini disebar di seluruh front jihad Chechnya dan mereka melaksanakan operasi harian yang selalu berhasil memburu prajurit penjajah kafir Rusia.

Berdasarkan informasi terakhir dari mujahidin Daulah Islam Kaukasus selama empat bulan terakhir ini (Maret-Juni 2007), mereka telah berhasil menguasai hampir seluruh daerah di pegunungan dan perhutanan selatan Chechnya. Selain itu, para pemuda dalam jumlah besar telah bergabung dan mereka siap untuk dilatih baik pengetahuan dasar pertempuran, sabotase, penyergapan dan lainnya. Dalam periode ini front-front dan sektor-sektor serta unit-unit individu mujahidin telah berkembang sangat pesat yang menggambarkan operasi militer di Chechnya dan di zona yang berada di bawah tanggung jawab Front Kaukasus, di bawah kendali Dokka Umarov sangat luar biasa kemajuannya. Inilah awal kebangkitan Daulah Islam di Chechnya yang telah lama dinantikan.

Mullah Muhammad Umar-Mujahid Perkasa Tanah Khurasan
Umar kedua kita adalah Mullah Muhammad Umar. Beliau dilahirkan di Oruskan, propinsi Qandahar, Afghanistan, tahun 1962 M. Julukan beliau adalah Amir al-Mu’minin al-Mullah Muhammad ‘Umar Mujahid al-Hanafi al-Basytuni al-Qandahari al-Abadali al-Afghani. Saat ini, pribadi lagendaris tersebut memimpin Mujahidin Taliban, kelompok jihad yang sempat menjalankan pemerintahan Afghanistan, juga sebagai Amiril Mukminin, Imarah Islam Afghanistan.

Mullah Muhammad Umar, sosok unik dan sangat spesial, meski bagi sebagian orang lainya beliau merupakan orang yang aneh. Seluruh orang Taliban memiliki kesan khusus terhadapnya di hati mereka. Kecintaan mereka terhadapnya bisa dilihat melalui aksi-aksi dan ucapan-ucapan mereka.

Berita terakhir yang dirilis menceritakan bagaimana semangat Taliban dalam memerangi Presiden Karzai dan pasukan NATO semakin meningkat lebih-lebih karena dua hal; karena mereka telah menerima pesan tertulis dan sekaligus audio tape dari pemimpin mereka, Mullah Muhammad Umar. Dalam pesannya itu Mullah Muhammad Umar telah memerintahkan mereka untuk memerangi pasukan Salib (NATO) dengan sekuat tenaga yang semisalnya belum pernah terjadi sepanjang sejarah.

Sebagaimana Dokka Umarov, Mullah Muhammad Umar juga merupakan buah dari jihad panjang Aghanistan. Bahkan, dia adalah cermin jihad Afghanistan itu sendiri. Sejak Uni Soviet berhasil dipukul mundur Mujahidin Afghanistan, Mullah Muhammad Umar dan Taliban memperlihatkan kiprah mereka.Mullah Muhammad Umar telah berperang melawan Uni Soviet sejak tahun 1980 dan kemudian diterima sebagai pemimpin oleh banyak orang, dia adalah pemimpin yang baik namun orangnya pemalu. Salah satu mata Mullah Muhammad Umar cedera karena sebuah serangan roket di tahun 1989. Setelah itu Mullah Muhammad Umar sibuk belajar. Setelah mendapatkan keilmuan setingkat ulama, beliau masih menganggap dirinya sebagai pelajar (Talib), sehingga para pengikutnya dikenal sebagai Taliban.

Pada tahun 1994 Mulla Umar berperang melawan pemimpin-pemimpin dzolim dan kriminal Afghanistan sehingga sebagian besar daerah Afganistan berhasil diambil alih. Salah satu reporter di Peshawar mengatakan bahwa bagi Taliban tidak ada tempat yang aman untuk melakukan kejahatan. Teman dekat Mullah Muhammad Umar, Naik Muhammad, mengatakan bahwa tindakan Taliban tidak bisa disalahkan dari sisi manapun. Tindakan mereka tidak mengandung kesalahan apapun atau unsur-unsur jelek.

Setelah berakhirnya pemerintahan Taliban, dan serangan AS ke Afghanistan, Tidak seorangpun mengetahui dimana Mullah Muhammad Umar berada. Seorang komandan mengatakan, bahwa dimanapun Mullah Muhammad Umar berada beliau dalam keadaaan aman dan baik-baik saja, dan beliau memerintah pasukan dari tempat tersebut. Karena komandonya Taliban telah bersatu kembali pada tahun 2004, dan telah mengambil alih wilayah-wilayah tertentu di Afganistan Selatan dan berhasil menegakkan Imarah Islam Afghanistan.

Mullah Muhammad Umar tidak hanya melatih para pemuda untuk berperang, tapi beliau juga melatih mereka secara personal dan mengajari mereka etika berperang yang benar. Beliau mengatakan bahwa pasukan NATO adalah pasukan salib, presiden Karzai sebagai boneka dan Taliban adalah mujahid. Beliau berulang-ulang mengatakan bahwa pasukan Taliban harus sangat berhati-hati agar penduduk sipil Afghanistan tidak menjadi korban serangan mereka. Mereka seharusnya hanya menjadikan musuh sebagai sasaran. Salah seorang komandan Taliban mengatakan bahwa petunjuk Mullah Muhammad Umar menjadi aturan standar bagi mereka dan tidak seorangpun berpikir untuk melanggar aturan tersebut. Sungguh, sebuah teladan umat yang sangat fenomenal, seorang pemimpin sekaligus pejuang di medan jihad terdepan dunia Islam.

Abu Umar Al Baghdady-Selangkah Menuju Khilafah Islamiyyah
Umar kita yang ketiga adalah Abu Umar Al Baghdady. Beliau adalah Asy Syaikh Al Mujahid Abu Umar Abdulloh Ar Rosyidi Al Husaini Al Baghdady. Umar kita yang terakhir ini yang paling sedikit biografinya. Yang pasti, beliau adalah Amirul Mukmimin, Daulah Islamiyyah Iraq yang diproklamasikan di bulan Oktober 2006. Berdirinya Daulah Islamiyyah Iraq merupakan buah perjuangan Mujahidin sepanjang 3 tahun sejak invasi pasukan kuffar AS ke negeri dua sungai tersebut.

Tegaknya Daulah Islam Iraq didahuli oleh terbentuknya Majelis Syuro Mujahidin Iraq, yang terdiri dari beberapa jamaah jihad Sunni di Iraq, yaitu : Tandzim Al-Qaeda Irak, Jaisy Thoifah Manshuroh, Saroya Anshor Tauhid, Saroya Jihad Islami, Saroya Al-Ghuroba, Kataib Al-Ahwal. Belakangan, ada dua Tandzim jihad lain di Irak yang turut bergabung dalam Majelis Syuro, yakni Jaisy Anshar Al-Sunnah Wal Jama’ah dan Kataib Al Murobithin. Hal ini berdasarkan pernyataan Juru Bicara Majelis Syuro Mujahidin, Abu Maisaroh Al-Iroqi, yang dirilis situs Alhesbah (15/12/1426, atau 15-1-2006).

Dalam perjalanannya, Majelis Syuro Mujahidin semakin banyak menguasai daerah daerah di Irak. amerika beserta sekutunya dan pemerintah murtad Irak telah banyak meninggalkan sebagian besar wilayah irak dan mereka hanya tinggal berkuasa di zona hijau. Dengan semakin banyaknya daerah yang di takluk-kan dan di kuasai oleh Mujahidin dari Majelis Syuro,maka umat islam Irak mulai menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Majelis yang penuh berkah ini.

Dengan demikian, Jihad Iraq saat ini bukan lagi sekedar perlawanan kaum Muslim Irak melawan penjajah Amerika. Bukan pula jihad antara Daulah Islam Iraq pimpinan Abu Umar Al Baghdady melawan pasukan Amerika dan sekutu-sekutunya. Pertempuran Irak adalah pertempuran garis depan umat Islam yang memiliki nilai sangat strategis bagi masa depan Umat Islam di seluruh dunia. Sebab, kali ini Mujahidin sedang melawan satu-satunya kekuatan Super Power yang masih tersisa, AS, yang nota bene merupakan musuh besar Umat Islam. Utamanya pasca peristiwa 11 September. Jika AS berhasil dikalahkan di sana, maka kita berharap –setelah bertawakkal kepada Allah—negeri-negeri Muslim lain bisa dilepaskan dari pengaruh para penguasa murtad yang mayoritas merupakan antek Amerika. Daulah Islamiyyah Iraq pun selangkah lagi menuju Khilafah Islamiyyah yang didambakan. Insya Allah.
Maka Dukunglah Mereka…!

Jika kaum muslimin telah mengenal kegemilangan Dua Umar terdahulu dalam sejarah Islam, yakni Umar Ibnul Khattab dan Umar bin Abdul Aziz, maka saat ini kaum muslimin memiliki Tiga Umar. Mereka sama-sama pemimpin pejuang, memimpin sekaligus berjuang di front terdepan jihad global dewasa ini. Chechnya, Afghanistan, dan Iraq adalah wilayah-wilayah jihad terpanas dewasa ini yang akan menentukan nasib kaum muslimin. Kita berharap Allah SWT. memberikan kegemilangan Islam kembali melalui Tiga Umar ini, Insya Allah. Mereka sama-sama telah menegakkan daulah Islam beserta penegakan syari’at di wilayah kekuasaan mereka masing-masing. Dokka Umarov memimpin Daulah Islam Ickheria (Chechnya). Mullah Muhammad Umar menegakkan Imarah Khassah Afghanistan, dan Abu Umar Al Baghdady dengan Daulah Islamiyyah Iraqnya. Dengan demikian, selangkah lagi Khilafah Islamiyyah yang selama ini diperjuangkan dan didambakan umat Islam akan segera terealisir.

Untuk itu, kaum Muslimin, siapa pun dan di mana pun harus mendukung Tiga Umar ini sekuat dan semampu mereka. Kaum muslimin bisa membantu mereka secara langsung (jika mampu) dengan ikut berjihad di bawah komando Tiga Umar ini, atau membantu finansial perjuangan jihad mereka, atau menyemangati kaum muslimin untuk berjihad membantu mereka, dan menyebarkan informasi jihad mereka. Minimal, kaum muslimin bisa membantu mereka dengan do’a di setiap akhir sholat, mendoakan agar mujahidin dimenangkan Allah SWT. dan kehancuran bagi musuh-musuh Allah SWT, hingga Islam tegak kembali di muka bumi ini. Maka dukunglah mereka…..!

Ar Rahmah Media Network The State of Islamic Media http://www.arrahmah.com

U.S. creating gangs of mercenaries to fight Taliban, Al Qaeda

Kamis 22 Nov, 07:28 PM
Arrahmah.com - The US is considering a plan to create gangs of mercenaries from local population in the border areas of Pakistan to fight al-Qaida and the Taliban, emulating its tactics in Iraq's Anbar province. The plan would involve increasing the number of US trainers in Pakistan by dozens from the current number of around 50, and the direct financing of a separate tribal "paramilitary force" that has so far proved largely ineffective. Washington would also pay militias that agreed to fight al-Qaida and foreign "extremists".The plan, leaked to the New York Times, comes amid increasing concern over gains made by Islamic rebels in the region of Swat, near the Afghan border. In recent weeks, major battles have left many Pakistani soldiers, rebels and civilians dead.Pervez Musharraf, the Pakistani president, said one of the main reasons for imposing emergency rule was to deal with the growing threat from Islamic rebels.The tribal proposal - a strategy paper prepared by staff members of the US special operations command - has been circulated to counterterrorism experts, but has yet to be formally approved by the command's headquarters in Tampa, Florida, the Times said.Some other elements of the campaign, approved in principle by the US and Pakistan, await funding. They include 0m (£170.7m) over several years to help train and equip the frontier corps, a "paramilitary force" that has around 85,000 members and is recruited from border tribes.In the past, the US has expressed frustration at Musharraf's tactics in dealing with rebels in the border area, especially a truce, agreed earlier this year, which has backfired, with pro-Taliban forces becoming stronger.
Source: Agencies Kavkaz Center
Selasa 20 Nov, 09:51 PM
[The following is an article written by Dr. Akram Hijaazee regarding the conflict between the Islaamic State of ‘Iraaq and the Islaamic Army of ‘Iraaq. It is quite profound as it exposes and questions the actions and statements of the Islaamic Army of ‘Iraaq. This translation is quite good, but has spelling/grammatical errors which can be overlooked. Finally, make du’aa for the Islaamic State of ‘Iraaq.]
if any Al-Qaeda supporters (a propaganda term used by the media and the US military to refer to the Islamic State of Iraq that is made up of several different Mujahideen groups, scholars and ordinary Muslims) or the Islamic State of Iraq (State) would have the desire to listen to the news of the Islamic Army of Iraq (Army) following its fierce attack on the State and in particular on its Amir, Sheikh Abu Omar Al-Baghdadi. The Army has accused Sheikh Al-Baghdadi of killing thirty of its members, claiming all Sunnis are unbelievers and carrying out executions on the basis of mere suspicion. The Army has done this because of their desire to become the sovereign leader; as well as making other accusations that congested the infamous Army’s statement. Few, if any, would believe the official statement put out bu the that the Al-Jihad and Al-Islah (jihad and reform) front that brings together the Army and the Mujahideen Army, who also accused Al-Qaeda of killing twelve of its members in the Al-Doura district, even before the blood of those killed has dried!

The truth is that mistrust, trepidation and wariness towards the Islamic Army have become the dominant factors in the minds of the supporters who consecutively are finding their way to the jihadi corridors and gathering places while the areas of struggle witness indifference or lack of interest at times and violence and roughness at others.

Ever since Al-Baghdadi’s last statement “Years Of Harvest In The State Of Tawhid” where he commented on the events including the Islamic Army’s statement; an absolute silence has ruled over the gathering places. A single article commenting on the conflict between the two sides, could not be found; in particular, from heavy weight writers and observers such as Yaman Mukhaddab, Louis Attiya, Abu Dujana Al-Kharasani, Ata Najd Al-Rawi, Sheikh Attiyatallah or others who have previously been active in responding to the charges of the Islamic Army. It may well be that these individuals are complying with Al-Baghdadi’s call to refrain from responding to any charges, regardless of their magnitude or content to prevent such articles from being exploited by opportunity hunters who seek to further aggravate the situation out of ignorance, revenge or simply to cause trouble.

This article intends to probe deeply into the serious conflict between the State and the Army. Its content is strongly supported by statements, responses and information from reliable sources or those close to them. The information in this article may very well cause anger, mistrust and allegations by some while on the other hand it may as succeed in exposing and clarifying the hidden side of the crisis which has preoccupied everyone.

Most of this articles’ content has been previously published and most of the information has proven to be factual even though its denied by certain parties and despite its wide circulation throughout the media circles. Nevertheless, the article shall not, in any way, interfere with the Mujahideen on both sides; in as much as it challenges the level of leadership that controls and direct the crisis.

What really is the truth regarding the alliance between the Army and what is know the Al-Souri movement? What are the facts of the communications and the relationship which the Army is weaving with the political and religious powers both regionally and internationally? And what are its objectives and ambitions? What really is the conflict the Islamic State of Iraq? What is the position of the Scholars vis-à-vis Al-Qaeda and the Islamic State of Iraq? Did the Army succeed in its attempt to obtain a fatwa [religious sentence] condemning Al-Qaeda? What about the size of the Army compared with its political size abroad? And who are the powers that are rejecting unity and instigating the unrest from within and from outside the Army?

The Alliance Between The Army And Al-Souri

We’re not here to define what some have conventionally called the Al-Souri movement; it’s a conventional designation and not a strict connotation; particularly, that those of concern reject the characterization. Nonetheless, here, in order avert any ambiguity use the terminology in its conventional designation or more specifically, in its procedural significance.

The question is what has prompted Al-Souri to align itself with the Islamic Army? And what privileges does this alliance provide to both sides?

Al-Souri has an acknowledged revolutionary history against the Saudi regime that began in the nineties. It did however turn peaceful, unlike Al-Qaeda. Rather, the figures of Al-Souri have distanced themselves from the ideology of the Salafi al jihadi’s with respect to their position pertaining to the Saudi Arabia regime and those of other Arab and Islamic countries.

In comparison, Al-Qaeda considers these regimes as oppressive infidels based on several facts and considerations including the absence of authority, the approval of usury, advocacy with the West as well as other matters Al-Qaeda considers contradictory to the concept of Islam and its exigency. Nevertheless, on the basis of its priorities, it does not see an immediate need to fight those regimes in as much as it is determined to fight the enemy who is attacking the Muslim States on the basis that he is the foremost foe of the (Muslim) State, and should be expelled first.

Bin Laden considers this as the guaranteed means to bring down what he calls the body as represented by the oppressive regimes. This theory was previously articulated by Abu Musab Al Souri when he defined the front to friends and foes. He objected to making any attacks against the regimes in these countries, except in situations of self defense; deeming it futile to be absorbed in fighting submissive regimes. Ultimately, the Western interests are the priority and the legitimate targets; accordingly, Bin Laden has always insisted on severing the “head of the snake” first, and its interests next.

As for Souri, it characterizes these regimes in a variety of terms except disbelievers. They could be immoral, corruptive, oppressive or mutinous but not dissidents. Perhaps its history in opposing the government has been void of the straight and explicit accusation of it straying from the right path; in contrast with the Salafi al jihadis that openly proclaim accusations of deviancy. Consequently, Al-Souri does not support nor stand with Al-Qaeda. The members of Al-Souri have a wide network of relationships and interests that they run in various Arab countries including Egypt, Yemen, Kuwait and others. As a matter of course, these affairs and businesses require travel, presence in different places, connections and continuity; subsequently, such activities would not be possible if they took a positive stand towards Al-Qaeda in particular, or the Salafi al jihadi’s in general.

As for their position with respect to jihad, they have their own explanation in relation to the young men going for jihad and engaging in fights that they have claim to have nothing to do with!! They also make the argument that these matters put strain on the State’s good elements - a justification that is more palatable among its members!

It’s not exactly clear how the relationship begin the Army and Al-Souri began however, its attitude towards jihad has caused the departure of several of its supporters who subsequently aligned themselves with the Salafi Al-Jihadi’s. Following Sahab Institute’s release of the USS Cole’s tape, four month before the attack of September 11th, 2001, a move that was directed by Bin Laden that was specifically aimed at the State’s young, this created confusion in the ranks of al Al-Souri as a sponsor of the younger generation that ultimately caused many members to depart to Afghanistan for jihad. In addition, the Army’s directive of placing restrictions on receiving foreign fighters into its ranks insured that the Salafi Al-Jihadi’s would not view it favorably nor would any association with Al-Qaeda be established. Moreover, it appeared that their interest may very well have been to head a political movement that would be acceptable to all parties.

Given all these facts and others, some common interests may have been achieved that have made easier the rapprochement of the Army and Al-Souri. Al-Qaeda is an organization that has brought sleeplessness to all. Rather, some of Al-Souri’s figures have emerged in the Islamic Army the deliverance it deemed to deserve from the highest figures; the “thank you God for this blessing” which made it possible for Al-Souri to make a rapprochement and contact with the Army’s command in Damascus.

This closeness with the Army has made certain religious figures like Nassir Al-`Omar, its spokesperson in Saudi Arabia, receive millions of Riyals; prompting its Amir to consider establishing an Islamic university during wartime and something that has dramatically changed the Army’s strategy. Until then, the Army did not come forward to explain the reason for spending funds on some who are affiliated with it; though not carrying out any aspects of jihad, as if the Army is holding them in abeyance until after the war ends and the departure of the American forces from the country. This behavior is enraging some jihadi groups who are accusing the Army’s command of early planning for the upcoming reality, away from the other forces. Even some have commented that Al Baghdadi has insinuated remarks at the Army in his previous speech “they invited their friends and their tribes for comfort and rest.”

Wide Relations And Secret Communications; But, Nothing Official!
It’s not a secret to anyone that most of the Army’s commanders are physically present in the Syrian capital of Damascus. Given their ideological background and their political flexibility, and in view that most of them were brought up by Saudi Shaiks, they were therefore able to establish political relationships with several Arab countries, like Jordan,Egypt, United Arab Emirates, Kuwait, Lebanon, and in particular Saudi Arabia. They move freely in between these countries as if they enjoy full security cover; and strangely enough, that they are well known to those who they meet with; even to some media people to whom they even call from within Iraq. It is this behavior that has led many observers to wonder if these people are really being sought by their enemies, considering their continuous appearances on radio and television. This has also raised a lot of questions and much suspicion, facilitating the loss of much of their credibility and increasing the blame leveled against them.

It’s certain that they have met with the leadership of both Jordan and Saudi Arabia; not to mention that there is direct cooperation between (the Army’s) Al-Shammari and a high ranking security authority in the Saudi Ministry of Interior, described as the charmer for his great ability to influence the Sheikhs by his amiability and his great style. At the same time, they have made contacts with the Americans through one of their representatives within an Iraqi delegation. While they denied that all such meetings ever took place, the whole world was already aware of this. In view of this fact, when these meetings became public knowledge, their justification was that it was “ nothing official, just some of our friends’ interpretation”. Notwithstanding even if these meetings were not official, as they like to often claim, why were they held? What was the purpose or objectives? Is it further conceivable that the Army’s official spokesperson, D. Ibrahim Al-Shammari’s announcements through the media that he was prepared to hold talks with the Americans, under the European, Russian or Spanish sponsorship was to grant them the testimonial of trust and blamelessness without making direct advances to guarantee the interests of the West. Yet he denies that the meetings ever took place?

As for the local front, it’s true that we don’t have any indications that of the presence of any secret or public relationship between Army and Al-Anbar’s council, neither with forces affiliated with the Maliki government. Nevertheless, the Army’s position since the last elections, came into harmony with what other Sunni forces had called for; to allow the people to have a say in the constitution and vote no! Yet the people said yes - was the Army unmindful of the outcome? Certainly, the answer is negative; subsequently, the Army’s position towards the elections is mixed with a great deal of suspicion. The question is why wouldn’t the Army expose the Sunni figures who participated in the political process in Iraq? These individuals according to the Army’s doctrine are apostates and supporters of the occupier and its puppet government. While the Army exposes the wrongdoing of the Sunni members of the police and national forces, despite the fact that members have willingly volunteered, or were searching for work, or even some of them think they are helping the Sunni people, the Army has secured some interests from them.

What then is the difference between the two, if both parties are supporters of the occupier and its puppet government? Or, are there some members of the parliament and the government who are protégés of the Army that prevents it from exposing them that could cause it embarrassment?

With regard to the Army’s relationship with the jihadi groups in Iraq, their dissension is not only with Al-Qaeda. According to Jaish Ansar Al-Sunnah, they (Army) have turned away from all those who embrace the Salafi al-jihadi ideology. The Army’s worst relationship is with Ansar Al-Sunnah who negotiated with the French over the French hostages at the request of the Islamic Army yet the Ansar received nothing but humiliation in connection with the affair.

The Conflict Between The Army And Al-Qaeda
On the media front, the disagreements between the Army and the Islamic State of Iraq have remained undisclosed, until such time the Army’s command has decided to bring them to the open in a thunderous statement. Undoubtedly, the two group’s different ideology is the reason of their points of view moving away from each other. Nevertheless, the problem is deeper than a mere disagreement in doctrine.

The Army’s aim is to take exclusive possession of the political representation. Its contacts, its wide relationships, its national orientation, its alliances, its rapprochement with the various Iraqi political forces that have national inclinations are accepted regionally and internationally, have all attempted it to play the role of the resistance spokesperson in Iraq. But, the real problem lies with its weakness on the ground and its limited effectiveness in dramatic contrast with what have been promoted about its bravery. The question is why has the Army slide into weakness from its previous strong force?

In reality, most of the groups have shown a decline, not just the Army, following the announcement of the Islamic State of Iraq, and the many jihad groups that joined it, especially Al Qaeda that is respected for energetic and strong young men that dare to challenge to the most powerful nation in the world and who have been able to impair their (USA) prestige and respect.

The Army’s strength has effectively been damaged by some of its members and battalions, in Al Anbar and Haditha, leaving the ranks and joining the new State. At the same time, other groups have also joined in; to the extent that some writers have described the presence of the Army in Diyala as nonexistent. Small numbers are said to be present in Kirkuk and Mosul. Most of its operations are now concentrated in the southern parts of Baghdad, like Doura, Abu Dushair, Allatifiya, Yusufiya and Al Mada’in. This decline explains the merger of the Islamic Army and the al-Mujahideen Army; which purpose is to bring to a halt the migration of its members to the Islamic State of Iraq. Additionally, the Al-Mujahideen Army itself has lost approximately 60% of its soldiers who have joined the State that has reduced their operations in the months of Zu Al Qa`dah, Zu Al Hijjah and Muharram to less than 30 actions from an average of 80 in previous months.

Maybe, these statements are part of the problem that alerted the Army’s command. They are very dissatisfied with the departure of their members; something that Al Shammari admitted in his response to Al Baghdadi’s speech on Al-Jazeera television, when he said: Al Qaeda should be thankful to the scholars of the Islamic Army who have caused several of their members to find the right path for jihad. Nonetheless, Al-Shammari appeared angry when he was listening to the program’s host who was asking him the question whether the problem with the Islamic State of Iraq is over. A particular bone of contention appeared to be when Al-Baghdadi addressed the Army with “my sons in the Islamic Army” and he did not address the command. Al Shammari replied that “the Army’s Mujahideen are the Brothers of the Mujahideen and they are not the sons of anyone.”

The uncertainty however, remains in the true relationship between the Army’s command and its base from which several members and groups have begun to join the Islamic State of Iraq. This indicates that the base is at odds with the command with regard to the Army’s policy, objectives and aspirations. In effect, the Army is now in the situation where they have cultivated for someone else to harvest.

The other part of the problem is the accusation that Al-Qaeda killed thirty of the Army’s members or supporters; something that could have led to clashes between the two sides. Nevertheless, several articles concluded that some of those killed occurred by mistake and that some were spies working for the cross worshippers. This was also confirmed by `Ata Najd Al Rawi in his reply to the Army’s statement “Perspectives On The Statement Of The Brothers In The Islamic Army” stating that troubles have calmed down following the Islamic State of Iraq’s submission of the confession tapes of those that were killed. It appeared that Saudi Arabia clerics intervened following the Army commander’s visit where he agreed to have the Saudi clerics arbitrate, nevertheless, it is not known whether this was over the problem of these killings or not.

One other hand, the statement from the Al-Jihad Al-Islam front came as a surprise to everyone. In it, they publicly accuse Al-Qaeda of killing twelve field commanders. It is this statement that is the most troublesome, particularly because it mentioned that some of the members of the leadership were together at one time; something that raises doubts about the whole incident. The statement is an Army style announcement about the failure of reconciliatory efforts between the two sides; more than an announcement about a deaths.

The Army Demanding The Scholars To Issue Fatwas Condemning Al-Qaeda

This is the most incendiary point of this article. It reveals the core of the struggle between the Islamic State of Iraq and the Army, and it clearly emphasizes the points without any ambiguity. The Army’s command appears to have taken up the opportunity for the defamation campaign, thereby being forced to publicly involve itself in such sedition, taking advantage of this climate and hoping to realize certain benefits which it was unable to achieve covertly. Nevertheless, this involvement has caused several concealed matters to surface. What conversations have then taken place?

Following the issue of the (Army’s) statement and the gravity of the charges it contained, this prompted Sheikh Attiyatallah, who is regarded as the coordinator between the jihadist circles in Afghanistan and Iraq, to come out in a detailed response to the Army’s accusations. He stated “We are aware of the practices that are carried out by the Brethren in the command of the Islamic Army. Since the last month of Ramadan, then in the pilgrimage season, they were engaged in intense efforts and communications with clerics in several countries, with donors and contributors; asking them to stay away from our Brethren in Al-Qaida and in the Islamic State of Iraq further distorting their image in a grave campaign of untrue accusations”.

Sheikh `Ata Najd Al Rawi stated that efforts were made by the Army along with some supportive clerics in Saudi Arabia who are considered to be associated with the Al-Souri movement for the clerics in Saudi Arabia to issue a Fatwa (religious decree) against the Brethren in the Islamic State of Iraq.

In what looks like a coordinated high level official visit, the Islamic Army commander, along with members of his command, traveled to Saudi Arabia under the pseudonym of Abu Sahl. Following a tour in the country, and before his return to his command post in Damascus, he was received by Sheikh Nassir Al `Omar who had organized what appeared to be a broad gathering in a rest area where he brought in a large number of clerics from all over the country, under the guise of support for the Sunni people in Iraq.

Among those present, were the prominent scholars of doctrine in Riyadh and Qussaim. Also present were some of the academics that specialize in research and traditions, who have well known publications who favor jihad and some that had previously criticized Al-Qaeda, Also present, was Soyan Al Hajeri the one who oversees the Islamic agenda website, in addition to another group who has legislative skills, like Walid Al-Rshoudi, and other intellects and experts.
Allegedly the opening speech at this large gathering began with the topic that the meeting had been called for, namely the need to support the Sunni people, to provide them with mass media coverage and the financial assistance; and that’s what exactly happened.

Nevertheless, there was a sudden interference by Sheikh Soyan Al-Hajeri that derailed the course of the discussion in an effort to introduce another topic that was not on the agenda nor was to be considered for discussion, and that was the Islamic State of Iraq. The topic was presented as “it’s a State that will harm the Sunni people.” He even went beyond that, regarding Al-Qaeda as “more dangerous than America”. At that, Sheikh Walid Al-Rshoudi, a Sheikh considered one who fuels the conflict between Al Qaeda and the Army entered into the discussion and demanded a clear statement against the Islamic State of Iraq on the grounds that it is not a legitimate Islamic State. Naturally, the Army’s command had to deliver its own statement to the audience. There are those who were impressed by Abu Sahl, specially in the areas of Riyadh and Qussaim, where the media campaign had concentrated, and where the Army had concentrated its efforts to distort the image of Al-Qaeda with statements such as “the Islamic Army was founded three month before the American invasion of Iraq!” And that’s what Al- Shammari reiterated during his infamous interview with Ahmad Mansour, the host at Al-Jazeera television. In that interview Al-Shammari stated “the Army is ahead of Al-Qaeda in the action of jihad”.

Nonetheless, Abu Sahl was perplexed when he was interrupted by one commander in his company, who corrected him in fairness for his Mujahideen companions and said: Abu Sahl, that’s not true! You remember when we met in Baghdad, with so, and so… and the four of us decided at the time to establish the Army; and at that time, Al-Zarqawi was attacking the Americans!!!”

With apparent embarrassment, Abu Sahl replied, “true true”. And when he brought up the case of the Islamic Nation of Iraq, indicating that it is not a real Islamic State nor is it an area under any control; he was asked by one of the Sheikhs about the extent of Al-Qaida’s control over the Islamic State of Iraq and in particular in Al Anbar province. Confused, Abu Sahl replied expressing the matter with much less importance by saying, “it’s only Al Anbar.”

Sahl went further when he disclosed to the same Sheikh, “I was certain that we will not fight Al-Qaeda however, this certainty is now shaky.” The Sheikh was astonished and confided to his close companions, “I don’t know whether Al-Qaeda killed his father.”

What is confirmed however, as made public by Sheikh Attiyatallah, is that all the attempts by the Army and its supporters in Saudi Arabia to obtain a Fatwa against Al-Qaeda by the Sunni clergy and prominent citizens failed, despite the fact that some of the prominent scholars have acute criticism for Al-Qaeda and are against the political and legitimate announcement of the establishment of the Islamic State of Iraq. Nonetheless, they outright rejected the Army’s calls. One Salafi scholar even came forward to say, “we bring together people of the Sunnah; we do not divide them.” This position was also supported by two other Sheiks who clearly understand that such a fatwa, if it has been issued would lead to bloodshed.

On the other hand, it also confirms that the Islamic State of Iraq and Al-Qaeda are people of the Sunnah, despite the descriptions that are being perpetrated against them to make them appear as the outlaws of the century. Furthermore, these scholars affirmed their position by declaring that a sentence against Al-Qaeda, solely based on one side’s statement, is unlawful, according to the religious laws. Additionally, it is not permissible to issue a sentence without the presence of the defendant. Considering the defendants in this case is unable to be physically present but is rejecting the allegations, they can not be sentenced for abstention; something very clear in Islamic law.

One of the prominent Sheikhs went on to say, “if we only believed 5% of what is being said against the individuals of the State of Iraq; we would have issued a sentence that they have strayed from the right path. Similar statements were said against Muhammad Bin `Abd-al-Wahhab, in the same force and abundance and this is something that makes us wait until we hear the other side.”

With respect to the Fatwa of Sheikh Hamid Al `Ali where he reiterated he had reservations against the declaration of the Islamic State of Iraq, some of the Sheikh’s affirmed that he has been subject to a great deceit. And what has contributed to it has been the various trips made by the Army’s commanders to Kuwait, and their subsequent meetings with the Sheikh. Moreover, their intentional presentation of a distorted message about the situation in Iraq, which at best, remains inadequate because it did not take into consideration the other side’s view in the conflict; even if those who relayed the message to the Sheikh are in a position of trust.

The important matter still remains with the Army issuing a statement immediately following the fatwa of Sheikh Hamid Al `Ali. The Sheikh has the full legitimate right to oppose Al-Qaeda , its stand, its actions, and to extend his advise to it. There is absolutely no problem in what the Sheikh has issued as a fatwa, and several other scholars agree with him. The problem remains however, that the Army has failed to extract a fatwa from the Sheikhs of Najd and Hijaz (Saudi Arabia) and as the the fatwa of Sheikh Hamid came it was exploited by the Army as fast as possible. Whether the Sheikh’s position deliberately leans towards the Army is something we do not know and we can not confirm.

Conclusion
These are some of the problems between the Islamic Army and the Islamic State of Iraq. It appears however, that the Army’s commanders have given up hope that the Scholars will officially condemn Al-Qaeda. Perhaps they feel the disappointment from the firm legal position of the scholars in issuing this position. And despite the firm responses that they received from the Scholars of Najd and Hijaz, these were ignored in the Army’s statement. In fact, they even accused them (Scholars) of being silent in the statement that read “ We were not hasty in refuting what we have been accused of, just awaiting the reply from our scholars… however, our clerics did not speak out; therefore, it has become necessary to clarify certain matters.”

And in a different part of the statement, an appeal is made for the Scholars to carry out their legitimate duties in preventing jihad in Iraq… and not to remain silent!

In reality, the Sheikhs did not remain silent. Upon realizing that the Army’s statement as a source of deepening the conflict that is a downhill course, they rushed to issue a statement on April 18th, 2007, appealing to the Mujahideen in Iraq; and signed by thirteen scholars. They called upon all the jihad groups to avoid unrest and to reconcile among themselves before it’s too late and blood is shed that would foil the plans of jihad. It’s clear that the appeal did not conform to the Islamic Army’s wishes for a statement of condemnation against Al-Qaeda and the Islamic State of Iraq from those who have issued the appeal. It’s even clearer to say that those who issued the appeal are the same ones who happened to meet with the Army’s commanders who had asked them for their condemnation directly.

One important point remains to be said. The ideological attraction among the jihad groups shall be futile, especially that they are incoherent and will not lead to any accord or unity among the action groups. Nevertheless, considering Iraq’s problem will not end with the departure of the American forces, it is therefore incumbent to find an agreement to implement the jihad plans with high priority and responsibilities so that it may be guided by its significance so that after the withdrawal era, the situation does not duplicate Afghanistan (after the Russians withdrew) for all the groups will be losers.

As for those who are secluded in Damascus, and who are rejecting the accord and reconciliation, on, those who are exchanging opinions with Walid Al Rshoudi; those who are insisting on building their plans on delusion and hoping to win the political representation; it’s more appropriate for them to revise their positions on the ground. The international and regional influence that they enjoy could become advantageous for their enemies, whether they know it or not! And a word of caution; do not fall into this trap for the outcome will not be beneficial to either side.

Professor Hugh White: Coalition ‘cannot win’ in Iraq or Afghanistan

Senin 19 Nov, 12:14 PM
[The following is taken from http://www.abc.net.au/news/stories/2007/11/18/2094012.htm. It gives the analysis of a Professor from Australia who is one of Australia’s top defense experts. He frankly tells the newscast that America cannot win the war in ‘Iraaq and Afghanistan. He goes on to explain why and what the future might look like. One of the reasons why we show such articles is so that we can expose the Munaafiqeen in this Ummah who say that the Mujaahideen are losing or that they cannot defeat the technologically advanced superpower of the world. Here we are seeing that even the Kuffaar are realizing, one by one, that this war is useless against the Mujaahideen and that Allah is giving the Muslims a near victory. AllahuAkbar wa ‘Izzatulillaah!]

"One of Australia’s top defence experts says the United States-led coalition cannot win the conflicts in either Iraq or Afghanistan.

Professor Hugh White, the head of Canberra’s Strategic and Defence Studies Centre, has told the ABC’s Correspondents Report the coalition will eventually abandon Afghanistan.

He says the US cannot succeed in Iraq, but has no escape from the tragedy its invasion has created in the strategically important Gulf region.

“I think they’re very different situations,” he said.
“But the core difficulties we face in each case are somewhat similar, and that is that the resources that the West has available, and the timeframes over which we’re prepared to bring them to bear, are just way too small to make a difference to the really deep-seated security problems, political problems, social problems, that really underpin the crises in each place.”

Professor White says the war in Afghanistan takes in two very complex, interacting problems which need to be dealt with simultaneously.

“You have the problem of trying to establish, almost for the first time in history, a strong, stable government based in Kabul that can effectively govern the whole of Afghanistan,” he said.
“That’s a huge nation-building challenge by itself.

“Then on top of that you’ve got the challenge posed by the insurgency from the Taliban, particularly in the south-east of the country.

“I think the interaction of those two would require - if the West was to prevail - an effort 10 times the size of the one we’ve got at the moment, and lasting for a generation.

“I just don’t see the West being prepared to put in that kind of scale of effort.”

Professor White predicts that the West will eventually give up on the Afghanistan conflict.
“I think there’s a strong and, I think, understandable humanitarian concern about the fate of the people of Afghanistan themselves,” he said.

“But I think that after another three or five years of the sorts of problems and difficulties and casualties that Western countries have been taking in Afghanistan, if - as I strongly suspect - there’s no sign of progress, it will be very hard for publics not to start getting very sick of them, and very sick of the operation, and very hard for governments not to start slowly but surely withdrawing down the scale of the effort.”

He says handing Afghanistan back to the Taliban and Al Qaeda would be a significant setback, but Afghanistan isn’t actually central to the ‘war on terror’.

“The reason for that is really very simple,” he said.
“As we’ve seen in Pakistan, if Al Qaeda and its affiliates can’t operate in Afghanistan, they’ll operate somewhere else.

“So the idea that keeping Afghanistan out of the hands of the Taliban, for example, is somehow critical to winning the ‘war on terror’, it seems to presuppose that Al Qaeda can’t operate anywhere else, and we know that it can.”

Iraq dilemma
"Professor White says the US cannot win in Iraq, but nevertheless is unlikely to pull out.
“I think that’s the tragedy of the American position,” he said.

“I think they’re in the situation where the scale of resources that America has available, and the nature of the problems that it needs to deal with, simply preclude the United States achieving the kind of outcome that we all hope that we could find in Iraq - a stable government that controls the whole territory that governs more or less justly in the interests of all Iraqis, and so on.

“That just seems to be, to me, beyond reach.
“And even though… there may be, as some reports suggest, short-term improvements in security, for example, I think the chances of that leading to a long-term political evolution that would achieve our long-term objectives is very low.”

He says it would be “immensely difficult” for the US to to withdraw from Iraq.

“The reason for that is that unlike Afghanistan, for example, Iraq is absolutely central to core American strategic interests, and in particular, it’s central to the task of stability in the Persian Gulf,” he said.

“The key risk that the United States faces if it withdraws from Iraq is that Iran’s influence in Iraq and then into the southern shore of the Gulf - Kuwait, Saudi Arabia and so on - would expand very rapidly.

“And the US - defining Iran, as it does, as a kind of inevitable adversary for American interests and policy - I think will be very reluctant to run the risk that a US withdrawal from Iraq would in effect, liberate Iran to dominate the Gulf.”

US resigned to staying in Iraq
Professor White says no matter who becomes US president in January 2009 - a Republican or a Democrat - the US is probably going to stay in Iraq for another four years, despite the high numbers of casualties.

“I think you can already see that in the way in which the debate over Iraq is evolving in the run-up to the US presidential election next year,” he said.

“I think one could say that 2006 was the year in which Americans realised that they couldn’t win in Iraq. 2007 has been the year in which they’ve realised that they can’t get out.

“Even the Democrat candidates are acknowledging that there’ll need to be substantial US forces in Iraq for many years to come.”

He says two aspects underlie that realisation.

“The first is that although Americans, of course, are very distressed by the level of casualties that they’re taking in Iraq, by the costs, the financial costs of Iraq, I think they are now kind of factored into the political debate there,” he said.

“Secondly I think the US confronts what is in fact quite a characteristic problem, and that is weighing the known costs and risks of keeping doing what we’re doing, against the unknown costs and risks of doing something radically different.

“For Americans, terrible though it seems, the costs, including the costs in lives of staying in Iraq, are known and understood and are bearable.

“Whereas the costs and risks of leaving Iraq and potentially destabilising the whole Gulf with immense consequences for oil supplies and so on, and the risk that America might then have to go back in again, in a even more costly kind of operation, I think all of that makes the option, sad though as it is, of staying engaged in Iraq in the long-term look like the less scary choice.”